image_pdf

Malang. Banyaknya Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para pengadil hukum seperti hakim yang dilakukan KPK mengundang keprihatinan kalangan akademisi. Pengawasan dari  Komisi Yudisial (KY) menjadi dipertanyakan dalam mengawasi para pengadil hukum. Dilatarbelakangi kegelisahan itu Jurusan HKn FIS UM mengadakan seminar nasional dan bedah buku Penguatan Komisi Yudisial Model Strategi Pengawasan Hakim dalam Rangka Reformasi Peradilan di Aula Ki Hajar Dewantara FIS Universitas Negeri Malang pada Kamis (31/1/2019) . Buku yang dibedah dalam seminar ini disusun dari hasil penelitian Dr. Nuruddin Hady, SH. MH, Prof. Dr. Sukowiyono, SH. MH, dan Desinta Dwi Rapita, S.Pd, SH. MH.

Berdasarkan hasil penelitian diulas bahwa Penguatan Komisi Yudisial (KY) bisa dilakukan dalam dua model strategi yakni pengawasan aktif. Dalam pengawasan aktif terbagi menjadi lima kriteria perkara yang dipantau yaitu menarik perhatian, menyangkut isu politik, ada intervensi terhadap hakim, dan indikasi keberpihakan. Kedua, model strategi pengawasan pasif yang dilakukan okeh KY terhadap kasus atau perkara.

Salah satu tim penulis buku, Dr. Nuruddin Hady, SH. MH, memaparkan, kendala yang kerap kali dihadapi KY dalam menindaklanjuti laporan adalah pelapor tidak membawa bukti pendukung. Sehingga menyulitkan KY untuk menyelidiki, sebagai pelapor merupakan pihak yang kalah dalam berperkara. “Di sisi lain, kewenangan KY sebagai penghubung terbatas karena keputusan akhir berada di KY pusat. Proses tindaklanjut membutuhkan waktu yang cukup lama,” ujarnya.

“Selain itu kurangnya Sumber Daya Manusia KY penghubung, seperti contohnya area Jawa Timur hanya ada 2 orang dari standar minimal 4 orang. Kendala lain dalam pengawasan adalah hakim keberatan untuk melakukan pemantauan secara terbuka, menolak didokumentasikan dengan berbagai alasan. Terbatasnya anggaran pengawasan di KY kantor penghubung turut menjadi poin hambatan,”tambahnya.

Berdasarkan buku Penguatan Komisi Yudisial Model Strategi Pengawasan Hakim dalam Rangka Reformasi Peradilan, Nuruddin juga menyampaikan 4 gagasan kedepan. Pertama, kewenangan KY diperluas, bukan hanya mengawasi perilaku hakim namun juga aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa. Kedua, KY perlu diberikan kewenangan secara mandiri untuk melakukan penyadapan terhadap hakim yang terindikasi melanggar kode etik dan perilaku hakim. Ketiga KY kantor penghubung perlu diberikan kewenangan secara mandiri untuk memutuskan tindaklanjut laporan masyarakat dan terkahir membangun sinergitas dengan ormas, OKP, dan perguruan tinggi.

Pewarta: Kautsar S.