image_pdf

Malang. Pilu memang nasib Sumilah. Selain menanggung sakit hati karena sang kekasih menganggap ia tidak suci lagi, Sumilah pun harus menghadapi kenyataan pahit bahwa Samijo, kekasihnya, telah tewas di tangan Belanda. Kisah pilu Sumilah yang ditulis oleh WS Rendra dengan judul “Balada Sumilah” sukses dipentaskan secara apik oleh Teater Hampa Universitas Negeri Malang. Pentas yang bertema “Panggung di Atas Panggung” ini digelar di Gedung Sasana Budaya UM pada hari Kamis, 14 Maret 2019 pukul 19.30 WIB.

Pementasan ini dihadiri oleh mahasiswa yang berasal dari berbagai jurusan dan pecinta serta pegiat seni teater. Sepanjang pementasan, penonton dibuat merinding dengan konsep yang diusung oleh Teater Hampa. Bagaimana tidak merinding, sejak awal masuk bau wewangian bunga menyebar ke seluruh sudut ruangan. Ditambah dengan dupa yang sengaja dinyalakan oleh sang aktris ketika mengisahkan tragedi hidup yang menimpa Sumilah.

Selain menyajikan kisah Sumilah, Teater Hampa juga menampilkan drama pendek lain berjudul “Kultur Stelsel” yang merupakan karya dari sutradara Yosa Batu. Kutur Stelsel bercerita tentang seorang mandor yang terpaksa meninggalkan istrinya di rumah karena harus memimpin pekerjaan tanam paksa. Akibatnya, Marlena, sang istri justru selingkuh dengan kerabat dekatnya sendiri.

Yang unik dan menarik dari pementasan ini adalah dua budaya berbeda yang disajikan dalam satu panggung. Kultur Stelsel mengangkat tema Madura. Hal tersebut nampak dari pakaian sang mandor yang mengenakan kostum merah-hitam khas Madura lengkap dengan cambuk. Sebaliknya, pementasan Balada Sumirah kental dengan nuansa Jawa dengan adanya tembang macapat yang dinyanyikan, dupa yang dinyalakan, dan wewangian bunga yang menjadi simbol khas malam Jumat ala suku Jawa. Pementasan yang berakhir pukul 20.30 IB ini kemudian dilanjutkan dengan acara diskusi dan sarasehan yang diikuti oleh penonton dengan antusias.

Pewarta: Novia Anggraini

Mahasiswa Pascasarjana – S2 Pendidikan Bahasa Indonesia