image_pdf

Kematian mendadak akibat serangan jantung pada atlet adalah peristiwa yang menyayat hati dan mengejutkan banyak orang. Meskipun atlet tampak sangat sehat dan aktif, mereka tidak kebal terhadap risiko kesehatan yang serius. Dalam artikel ini, kami akan mengeksplorasi berbagai aspek kematian mendadak akibat serangan jantung pada atlet, dari penyebab utama hingga langkah-langkah pencegahan dan respon darurat yang efektif. Fenomena ini, yang secara medis dikenal sebagai kematian jantung mendadak (sudden cardiac death/SCD), terjadi dengan frekuensi sekitar 1 dalam 50.000 hingga 1 dalam 80.000 atlet setiap tahunnya.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang fenomena ini, kita dapat melindungi para atlet dan mengurangi kejadian tragis yang tidak terduga. Artikel ini juga akan memberikan pandangan ilmiah yang komprehensif untuk membantu memahami terjadinya kasus SCD di lapangan. Mari kita mulai perjalanan ini dengan menelaah lebih dalam tentang masalah ini.

Penyebab dan Faktor Risiko

Penyebab sudden cardiac death (SCD) pada atlet bervariasi tergantung pada kelompok usia. Pada atlet muda, di bawah 35 tahun, kondisi genetik seperti kardiomiopati hipertrofik (Hypertrophic cardiomyopathy / HCM), anomali arteri koroner, dan miokarditis adalah penyebab utama. HCM menyebabkan penebalan otot jantung yang dapat mengganggu aliran darah dan memicu aritmia mematikan. Di sisi lain, pada atlet yang lebih tua, biasanya di atas 35 tahun, penyakit jantung koroner (PJK) menjadi penyebab dominan. Penyumbatan arteri koroner akibat penumpukan plak aterosklerosis dapat pecah selama aktivitas fisik yang intens, memicu serangan jantung yang fatal.

Kardiomiopati Hipertrofik (Hypertrophic cardiomyopathy / HCM)

Kardiomiopati hipertrofik menjadi ancaman terbesar bagi atlet muda. Kondisi ini seringkali tidak terdeteksi karena gejalanya yang tidak selalu terlihat. Sekitar 36% dari semua kasus SCD pada atlet muda disebabkan oleh HCM. Penebalan otot jantung dapat menghambat aliran darah dan menyebabkan gangguan ritme jantung yang berpotensi fatal.

Dalam komunitas medis, kardiomiopati hipertrofik sering disebut sebagai “silent killer” karena sifatnya yang asimptomatik atau tanpa gejala. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of the American College of Cardiology, HCM adalah penyebab utama kematian mendadak pada atlet muda di bawah 35 tahun. Banyak atlet yang tidak menyadari mereka mengidap kondisi ini hingga terjadi peristiwa yang fatal.

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa screening rutin dapat membantu dalam mendeteksi HCM sebelum gejala serius muncul. Misalnya, pelaksanaan elektrokardiogram (EKG) dan echocardiogram pada atlet muda dapat mengidentifikasi mereka yang berisiko tinggi. Namun, ada perdebatan mengenai implementasi screening yang luas karena biaya yang tinggi dan kemungkinan hasil positif palsu yang dapat menimbulkan kecemasan yang tidak perlu.

Penyakit Jantung Koroner

Pada atlet yang lebih tua, penyakit jantung koroner adalah ancaman utama. Plak yang terbentuk di dalam arteri koroner bisa pecah saat aktivitas fisik berat, menyebabkan aliran darah ke jantung terhenti. Latihan yang intens, yang seharusnya menyehatkan, justru bisa memicu serangan jantung jika ada penyumbatan di arteri.

Pentingnya Diagnosis dan Pencegahan

Deteksi dini dan pencegahan SCD sangat penting untuk melindungi para atlet. Pemeriksaan kardiovaskular yang menyeluruh, termasuk riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, dan tes elektrokardiogram (EKG) atau echokardiogram, dapat mengidentifikasi atlet yang berisiko tinggi. Beberapa ahli telah merekomendasikan protokol skrining yang lebih ketat untuk mendeteksi kondisi jantung para atlet secara berkala.

Tanggap Darurat dan Pengelolaan

Respon cepat sangat menentukan kelangsungan hidup saat terjadi serangan jantung. Keberadaan alat defibrilator eksternal otomatis (AED) di fasilitas olahraga dan pelatihan resusitasi jantung paru (RJP) bagi pelatih dan staf pendukung bisa menyelamatkan nyawa. Penggunaan AED diikuti dengan prosedur RJP dalam waktu 3-5 menit setelah kolaps dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup hingga 74%.

Kematian akibat serangan jantung pada atlet adalah tragedi yang memerlukan perhatian lebih dari komunitas medis dan olahraga. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyebab dan metode pencegahan, serta kesiapan dalam menghadapi insiden serangan jantung, kita bisa mengurangi risiko kematian mendadak di kalangan atlet. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk lebih waspada dan proaktif dalam menjaga kesehatan jantung para atlet, demi mencegah kehilangan nyawa yang tak terduga di lapangan.

Pewarta: dr.Farid Eka Wahyu Endarto – Dokter Klinik Pratama UM

Editor: Muhammad Salmanudin Hafizh Shobirin – Humas UM