image_pdf
[LIFESTYLE]

Dibalik kualitas dan prestasi gemilang yang ditorehkan, Universitas Negeri Malang (UM) memiliki dosen-dosen berkualitas dengan segudang prestasi. Salah satunya adalah Prof. Dr. Siti Zubaidah, S.Pd., M.Pd. Guru Besar Biologi kelahiran tahun 1968 ini telah berkarir menjadi dosen selama 31 tahun. Beliau lahir di Malang dari latar belakang keluarga yang sederhana dan menikah di usia muda, meskipun demikian Prof. Zubaidah memiliki semangat juang yang tinggi untuk menempuh pendidikan hingga menjadi guru besar. Kesuksesan Prof. Zubaidah hingga saat ini tidak luput dari orang-orang tercinta disekitarnya yang senantiasa mendukung dan memotivasi, mulai dari orang tua, suami dan anak-anaknya. 

“Orang tua saya dulu bukan berasal dari keluarga yang berada dan pendidikannya tidak tinggi. Bapak saya hanya sampai kelas 2 SMP dan Ibu saya hanya sampai kelas 4 SD, namun selalu memperjuangkan pendidikan anak-anaknya agar tidak seperti orangtuanya. Ibu saya mendidik saya untuk menjadi orang yang disiplin dan bertanggungjawab. Sejak kecil saya sudah membantu orangtua bekerja di sela-sela sekolah dan belajar. Walaupun saya menikah setelah lulus SMA, saya tidak patah semangat untuk belajar, suami saya selalu mendukung saya untuk terus belajar dan tidak pernah membatasi saya dalam berkarir. Jadi Alhamdulillah hasil didikan orang tua lalu dukungan dari suami bisa mengantarkan saya ke titik ini. Tentu dukungan itu pun juga datang dari anak-anak yang selalu pengertian sehingga menjadikan kekuatan tersendiri untuk mendorong saya bisa sampai dititik ini”, paparnya.

Sejak duduk di bangku SD, ibu 3 anak dan 3 cucu ini sudah berprestasi baik akademik maupun non akademik. Sejak kecil Prof. Zubaidah senang membuat puisi dan cerpen, namun hanya untuk disimpan sendiri atau memenuhi tugas pelajaran sekolah. Ada satu kejadian yang tidak terlupakan, ketika itu salah seorang guru Bahasa Indonesia Prof. Zubaidah diam-diam mengirimkan tugas menulis sinopsis buku ceritanya ke lomba Tingkat Kotamadya Malang dan Prof. Zubaidah tidak menyangka, sebab saat upacara sekolah namanya diumumkan sebagai pemenang lomba tersebut. Nyatanya hobi menulis dan membaca ini telah membantu Prof. Zubaidah memiliki sangat banyak karya, diantaranya 155 judul artikel jurnal terindeks Scopus, menulis buku kelas 8 dan 9 IPA yang diterbitkan Kemdikbud, buku Biologi SMA yang diterbitkan oleh penerbit nasional, dan banyak karya lainnya. Selain rajin menulis dan membaca, Prof. Zubaidah juga menyampaikan pentingnya menghargai waktu.

“Saat saya SD, kakek saya membuat petasan dari koran di bulan Ramadhan. Sebagian koran tersebut saya ambil untuk saya baca sambil menemani kakek. Saat SMP dan SMA, ada penjual koran yang selalu meminjamkan majalah dan koran kepada saya di pagi hari saat dia berangkat, dan sorenya saya kembalikan. Ibu saya membelikan majalah seminggu sekali dengan menukar satu liter bensin, karena saat itu ibu saya berjualan minyak tanah dan bensin.  Saya memang suka sekali membaca apa saja, dan Alhamdulillah hal tersebut sangat membantu dalam menulis atau membimbing mahasiswa,” jelasnya sambil tertawa mengenang masa muda. 

Sebagai seorang pendidik yang hobi membaca, Prof. Zubaidah sangatlah senang ketika menambah literatur untuk bahan bacaan. Salah satu buku milik R.A Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” tak luput menjadi literatur bacaan Prof. Zubaidah. Beliau mengaku terinspirasi dengan R.A Kartini yang memperjuangkan pendidikan untuk kaum wanita pada masa penjajahan. Surat-surat yang dikirim oleh R.A Kartini kepada teman-teman Belandanya tentang kondisi wanita pada saat itu, kalimat yang tersusun indah dan menyentuh hati, serta pikiran-pikiran beliau sangat visioner. Menurut Prof. Zubaidah, pendidikan untuk kaum wanita yang telah diperjuangkan oleh R.A Kartini dahulu haruslah dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi para wanita kini untuk mengenyam pendidikan sebaik-baiknya.

“Wanita harus mengusahakan dirinya berpendidikan sebaik-baiknya. Karena menurut saya, pendidikan tidak harus selalu menjadi alasan untuk berkarir di luar rumah, tapi yang lebih penting adalah untuk mendidik anak-anaknya. Ibu sebagai sekolah pertama bagi anak dan sebagai role model bagi anak anaknya. Kalau ibunya terus punya semangat belajar, diharapkan anak-anaknya juga akan semangat untuk belajar pula”, tutur wanita yang saat ini sedang melakukan penelitian bersama dengan BRIN. 

Di akhir sesi wawancara, Prof. Zubaidah menyampaikan pesannya kepada para wanita Generasi Z di tengah kompleksitas permasalahan wanita di Indonesia. Menurutnya,  wanita harus mampu menghargai dirinya sendiri melalui pendidikan sebagai wujud kesetaraan gender. “Wanita adalah tonggak peradaban bangsa. Melalui wanitalah generasi kita dilahirkan dan melalui wanita pula generasi bangsa dididik. Wanita harus berpendidikan, minimal sebagai bentuk ia menghargai dirinya sendiri. Semangat untuk para wanita Indonesia, semangat berprestasi dan meraih mimpi,” pungkasnya. 

Pewarta : Inayah Amalia Taufani – Internship Humas UM

Editor: Muhammad Salmanudin Hafizh Shobirin – Humas UM