Spesial Hari Kartini: Perjalanan Inspiratif Wakil Rektor II UM, Prof. Dr. Puji Handayati dalam Dunia Pendidikan dan Karir
Bagikan:
Bagikan:
Emansipasi merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan persamaan hak dan kewajiban dalam sendi berkehidupan masyarakat. Wanita yang selalu dianggap sebagai orang yang harus bekerja dirumah perlahan mulai memiliki peran yang lebih semenjak adanya emansipasi wanita pada abad ke-19 di masyarakat. Sejarah mencatat adanya pergerakan wanita dalam memperjuangkan hak nya tahun 1848 melalui konferensi serta deklarasi “The Declaration of Sentiment” yang dipelopori Lucretia Mott dan Elizabeth Cady Stanton di Amerika.
Indonesia sendiri memiliki tokoh perjuangan kesetaraan hak wanita dan pria dalam menempuh pendidikan yaitu Raden Ajeng Kartini (RA. Kartini) yang lahir pada tanggal 21 April 1879. Perjuangannya dalam menyetarakan hak wanita untuk bisa diberikan kesempatan yang sama dalam menempuh pendidikan di masa penjajahan Belanda menjadikan beliau sebagai tokoh wanita yang diingat hingga kini. Tanggal lahir RA. Kartini dijadikan sebagai hari untuk memperingati emansipasi wanita Indonesia dan dinamakan sebagai Hari Kartini.
Wanita Indonesia kini memiliki kesempatan yang sama dengan para pria dalam hal pendidikan, pekerjaan yang layak, dan aspek berkehidupan lainnya. Wakil Rektor II UM, Prof. Dr. Puji Handayati, S.E., M.M., Ak., CA, MA dalam wawancaranya mengatakan “Dengan kesempatan dan peluang yang sama bukanlah hal yang mustahil lagi bagi wanita untuk menjadi leader di sebuah organisasi, institusi, bahkan hingga tingkat negara”. Prof. Puji membuktikan bahwa dengan kedisiplinan dan kemauan yang kuat untuk mencapai suatu hal akan menjadikan orang tersebut berhasil.
Prof. Puji merupakan anak bungsu di keluarganya namun ayahnya yang merupakan pensiunan tentara membentuk pribadi Prof. Puji yang disiplin dan mandiri. Tidak seperti anak bungsu pada umumnya yang sering dimanjakan, Prof. Puji dididik untuk bisa mandiri dan bekerja keras sehingga untuk bisa mendapatkan uang sangu harus membantu di toko bangunan ayahnya. “Ayah saya kan membuka toko perencanaan seperti bangunan gitu kecil-kecilan, nah saya sedari kecil itu mesti jika meminta uang jajan harus membantu dulu jadi gak langsung tiba-tiba dikasih seperti anak-anak saya sekarang”, cerita Prof. Dr Puji.
Hidup di era yang sudah menerapkan emansipasi menjadi keuntungan sendiri bagi WR II UM tersebut dalam mengenyam pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. “Saya dulu bersekolah SD dan SMP yang negeri namun ketika jenjang SMA, orang tua saya memilih untuk memondokkan saya di ponpes karangasem, Paciran, Lamongan,” ujar WR II UM tersebut. Selama mondok di Lamongan, Prof. Puji belajar banyak hal dalam kehidupan termasuk kedisiplinan, kesederhanaan, kemandirian dan lainnya. Prof. Puji bercerita bahwa di pondok itu selalu diajarkan untuk disiplin waktu mulai dari bangun tidur, mandi, makan, bersekolah, mengaji, hingga tidur lagi. Semuanya diatur dan dipantau melalui presensi. Selain itu, ilmu hadits dari kitab jalalain, riyadhus shalihin dan bulughul maram dipelajari selama mondok sehingga ilmu agama yang dimiliki Prof. Puji cukup luas, begitupun juga dengan pengetahuan umumnya di sekolah formal yang berada di area pondok.
Usai lulus dari pondok pesantren, Prof. Puji melanjutkan pendidikannya ke Universitas Brawijaya Prodi Akuntansi. “Jenjang pendidikan saya itu lanjut hingga perguruan tinggi dan Alhamdulillah saya masuk jalur PMDK kalau sekarang disebut SNBP,” ucap Prof. Puji. WR II mengaku bahwa tidak sulit untuk beradaptasi di dunia perkuliahan meskipun bertemu ribuan orang dengan latar belakang yang berbeda. “Mungkin karena semenjak di pondok saya sudah bertemu ratusan santri dari berbagai daerah sehingga saya mudah saja untuk beradaptasi,” ucap Prof. Puji. Selama berkuliah Prof. Puji juga aktif memberikan gagasan ide karena semenjak di pondok terdapat kegiatan muhadharah yaitu ceramah yang wajib dilakukan oleh seluruh santri mengikuti jadwal dan untuk bahasa yang digunakan setiap minggunya itu berbeda, minggu pertama menggunakan Bahasa Indonesia, minggu kedua menggunakan bahasa daerah karena nantinya para santri akan kembali ke masyarakat sehingga sudah terbiasa dalam menggunakan bahasa daerahnya sendiri, minggu ketiga dan keempat menggunakan bahasa asing sehingga bisa menyampaikan ilmu agama yang dimiliki hingga seluruh penjuru dunia.
Selama S1, Prof. Puji juga memiliki pengalaman menjadi asisten dosen (asdos). Lulus dari S1, Prof. Puji pun melanjutkan kuliahnya ke jenjang S2 di Brawijaya. “Saya tidak bisa kuliah keluar kota karena semenjak saya S1 itu sudah menikah sehingga dengan berbagai pertimbangan akhirnya memutuskan untuk tetap di brawijaya,” ujar Prof. Puji. Setelah lulus S2. Prof. Puji menjadi dosen luar biasa dan mengajar di berbagai perguruan tinggi swasta di Kota Malang seperti Universitas Muhammadiyah, Wisnuwardhana, PGRI Budi Utomo, Widya mandala, Petra dan Ubaya. “Tujuan saya untuk mengajar di berbagai perguruan tinggi yaitu untuk meningkatkan jam terbang saya sehingga ketika menjadi dosen tetap nantinya sudah memiliki banyak pengalaman,” ucap Prof. Puji. WR II UM ini kemudian melanjutkan pendidikan S3 dan lulus setelah 3 tahun sehingga di umur 31 tahun Prof. Puji sudah memiliki gelar doktor.
Prof. Puji mendapatkan figur disiplin dan mandiri dari ayahnya dan mendapatkan figur dermawan dan peduli dari Ibunya. Prof. Puji tergabung ke dalam badan rehabilitasi tsunami di Aceh dan ia bertugas untuk memberikan pelatihan seperti upgrading kepada para guru terdampak tsunami. Selain memiliki jiwa yang peduli, disiplin, dan mandiri Prof. Puji juga suka mengunjungi daerah-daerah yang belum pernah didatangi termasuk luar negeri. Dengan background keilmuannya yang murni, Prof. Puji selalu berusaha untuk terus upgrade pengetahuan tentang pendidikan sehingga mengikuti seleksi National Council for Economic Education (NCEE) yaitu program yang di desain oleh Departemen Pendidikan Amerika untuk meningkatkan skill dosen sebagai pengajar yang baik. Dari seluruh dosen Indonesia, yang terpilih untuk menghadiri NCEE hanya 11 orang termasuk Prof. Puji. “Jadi saya bersebelas dengan dosen lain ke Mexico city, amerika latin, dan itu merupakan penerbangan pertama saya ke luar negeri kurang lebih 32 jam,” ucap Guru Besar Prof. Dr. Puji.
Penerbangan awal ke luar negeri itu kemudian menjadi perasaan yang candu dan ingin dilakukan lagi oleh Prof. Puji sehingga ia selalu mencari cara untuk bisa terbang keluar negeri. “Tahun 2009-2010 saya mengikuti kegiatan Postdoctoral yang diadakan Dikti di Ohio University,” cerita Prof. Dr. Puji. Di kegiatan tersebut Prof. Puji kemudian bertemu lagi dengan trainernya dulu di NCEE. “Ketika selesai mengikuti postdoctoral saya semakin bersemangat dan penasaran untuk ke negara lain dalam mencari ilmu seperti ke korea selatan. Saya berusaha menulis artikel yang kemudian saya ikutkan ke international conference dan saya kirim RAB saya ke kementerian pendidikan dan kemudian didanai maka saya berangkat ke korea selatan untuk penelitian,” cerita Prof. Puji.
Prof. Puji bersyukur karena hingga saat ini dengan rasa penasarannya terhadap negeri lain dan juga tekadnya untuk kesana bisa mengantarkannya berkunjung ke 44 negara di seluruh benua. “Kunci nya itu pintar mencari peluang dan tidak boleh malas dalam berusaha, apalagi di zaman sekarang yang semakin mudah dalam melakukan segala hal,” ucap WR II.
Untuk bisa menjadi WR II UM seperti sekarang Prof. Puji mengakui bahwa dia selalu memegang prinsip untuk selalu optimal dalam mengemban amanah. Dimulai dari ia menjadi dosen baru akuntansi dan kemudian terlibat aktif dalam kepanitiaan sehingga diamanahi menjadi Direktur Galeri Investasi FEB UM. Hasil dari kinerja Prof. Puji yang optimal dan amanah, beliau mampu membawa Galeri Investasi FEB UM juara 1 Nasional kategori Penyebaran Informasi terluas. Setelah menjadi Direktur Galeri Investasi FEB UM, Prof. Puji diamanahi menjadi ketua gugus penjaminan mutu di tingkat departemen akuntansi, lalu menjadi koor prodi S2 akuntansi, kemudian menjadi wakil dekan II FEB, dan akhirnya menjadi WR II UM. “Dalam proses jenjang karir itu saya melangkah demi langkah sehingga ketika saya diberi amanah mengenai suatu hal akan saya lakukan dengan maksimal,” ujar Prof. Puji
Prof. Puji membuktikan bahwa wanita juga bisa memiliki jabatan tinggi di sebuah institusi jika mau bersungguh-sungguh. Menurut Prof. Puji emansipasi wanita itu sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah dulu sehingga Kartini di zaman dulu itu sudah ada misalnya Khadijah yang merupakan saudagar kaya dimasa itu yang mana kedudukannya sangat terhormat.“ Indonesia memiliki banyak sekali wanita-wanita hebat seperti Cut Nyak Dien, Cik Ditiro, Meutia itu semua merupakan wanita yang menjadi teladan bagi kita bahwa wanita tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja tetapi bisa berkiprah di luar hal itu,” ucap Prof. Puji
Prof. Puji berpesan, “Bagi para pemuda khususnya mahasiswa UM optimalkan peran kita sebagai wanita dalam menuntut ilmu, kesetaraan dalam menggapai karir kita dengan tetap menjaga kodrat kita sebagai wanita,”. WR II UM itu menambahkan bahwa meskipun sekarang dimudahkan dengan segala hal, baik dari pesan makanan online bahkan bisa memesan pekerja untuk membersihkan rumah, namun terdapat kondisi dimana kita tidak bisa selalu menggunakan itu dan memerlukan kemampuan sendiri dalam melakukannya.
Pewarta: Adam Gunawan – Internship Humas UM
Editor: Muhammad Salmanudin Hafizh Shobirin – Humas UM