image_pdf
Sumber: pressfoto (Freepik)

– [KESEHATAN] –

Masalah stunting hingga saat ini masih menjadi isu global yang mendapat perhatian serius oleh pemerintah. Menurut statistik PBB, 6,3 juta balita Indonesia mengalami stunting. Akan tetapi, bagaimana stunting bisa terjadi dan mengapa hal tersebut marak di Indonesia?

Kepala Program Studi Gizi UM (Universitas Negeri Malang), Yunita Rakhmawati, S.Gz., M.Kes., menjelaskan bahwa penyakit stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi berupa protein sejak 1000 hari pertama kehidupan. Sejak masih di dalam kandungan, asupan protein janin perlu diperhatikan, sampai dengan anak berumur 2 tahun. 

“Stunting baru terlihat ketika anak tersebut sudah cukup besar, baru terlihat kalau ternyata anak tersebut lebih kecil dan pendek dari teman-temannya. Memang kelihatannya baru sekarang, namun sebenarnya anak itu sudah mengalami stunting sejak lama,” jelas Yunita. 

Yunita melanjutkan, protein adalah zat gizi yang sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Realitanya, kekurangan asupan protein bagi anak dapat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu ketidakmampuan keluarga secara ekonomi atau kurangnya edukasi keluarga terhadap gizi anak.

Kaprodi Gizi UM itu mengambil contoh jajanan yang disukai anak, seperti bakso dan sosis. Kedua bahan makanan tersebut seringkali dianggap sebagai sumber protein. Kenyataannya, kandungan protein dalam bakso dan sosis masih belum cukup untuk memenuhi asupan protein bagi anak usia dini. Ketidaktahuan tersebut jika dilanjutkan terus-menerus maka dapat mengantarkan anak mengalami stunting.

Dampak stunting dapat dilihat ketika anak beranjak dewasa. Seseorang yang mengalami stunting akan mengalami penurunan produktivitas kerja ketika ia dewasa.

“Kalau kerja sudah tidak produktif, maka akan berpengaruh kepada penurunan pendapatan keluarga. Jika pendapatan keluarga berkurang, maka asupan makan anaknya juga kurang lagi. Hal ini jika dibiarkan terus-menerus maka akan menimbulkan siklus yang kurang baik bagi tumbuh kembang anak Indonesia,” ucap Yunita.

Tak hanya itu, anak yang mengalami stunting juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit degeneratif. Hal ini disebabkan karena kurangnya asupan gizi ketika anak masih di dalam kandungan, sehingga organ yang terbentuk tidak berkembang secara sempurna. Jika organ-organ tersebut tidak maksimal fungsinya, akan berpengaruh kepada performa, kesehatan, dan aspek kognitif anak ketika dewasa.

Sumber: jcomp di (Freepik)

Stunting bersifat irreversible atau tidak dapat disembuhkan, terutama setelah anak mencapai usia 2 tahun. Akan tetapi, hal ini dapat diperbaiki dengan mengubah pola makan anak. Setiap asupan yang dikonsumsi anak harus tinggi protein. Jajanan yang diberikan juga harus sesuai dengan gizi yang dibutuhkan anak. Selain itu, Kaprodi Gizi UM memberi tips untuk memperhatikan waktu makan anak. 

“Sebelum makan berat, sebaiknya anak tidak diberikan jajanan yang tinggi energi. Contohnya ketika sudah masuk waktunya anak makan siang, namun sebelum itu anak diberi jajan cilok. Si anak jadi kenyang dan tidak mau makan siang, padahal menu makan siang sudah disiapkan dengan gizi yang proporsional. Jika hal ini dilakukan terus-menerus, asupan gizi yang masuk ke tubuh anak juga minim,” tuturnya.

Selaku Kaprodi Gizi UM, Yunita sangat menyadari bahwa stunting harus ditangani secepat mungkin. Oleh karena itu, Yunita bersama dosen Prodi Gizi UM lainnya turut berkontribusi dalam percepatan penanggulangan stunting di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan menjadikan isu ini menjadi topik utama dalam berbagai penelitian dan program pengabdian kepada masyarakat.

“Angka stunting memang menurun, namun harus dipercepat. Oleh karena itu, kami sebagai akademisi juga harus turut mendukung program percepatan penanggulangan stunting di Indonesia melalui penelitian dan pengabdian yang termasuk dalam Tridarma Perguruan Tinggi,” jelas Yunita.

Dalam menanggulangi isu tersebut, tim Prodi Gizi UM juga fokus kepada pemanfaatan bahan pangan lokal daerah. Contohnya di daerah Pesisir Malang Selatan, hasil laut penduduk sekitar dapat dioptimalkan sebagai bahan pangan berprotein tinggi. Tim Prodi Gizi UM berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai daerah untuk mendukung program percepatan penanggulangan stunting. Selain itu, tim Prodi Gizi UM juga telah menggelar program gizi ke sekolah. Melalui program ini, akademisi Prodi Gizi UM dapat memberikan edukasi dan asupan gizi kepada sekolah-sekolah di Kota Malang dan sekitarnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan yang sama, yaitu untuk mendukung program percepatan penanggulangan stunting di Indonesia.

Pewarta: Nawal Kamilah Ismail – Internship Humas UM

Editor: Muhammad Salmanudin Hafizh Shobirin – Humas UM