image_pdf
Faishal Hilmy Maulida, S.Hum., M.Hum (Dosen Universitas Bina Nusantara, Malang) dengan moderator Arif Subekti, S.Pd., M.A. (Dosen Sejarah UM) 

Malang. Pusat Pengkajian Pancasila (P2P) Universitas Negeri Malang (UM) menggelar Sarasehan Pancasila ke tiga tahun 2020 pada Kamis (12/03) di Gedung P2P (Lapasila) UM. Sarasehan dengan topik “ Surat Sakti Penuh Misteri : Supersemar dan Kelahiran Orde Baru” merupakan kegiatan sharing ilmu untuk memperingati Hari Supersemar 11 Maret 2020.

Ketua P2P UM Drs. Slamet Sujud Purnawan Jati, M.Hum membuka kegiatan sekaligus menyampaikan pembuka bahwa Supersemar memilik tiga versi yaitu versi yang berasal dari Sekretariat Negara, Pusat Penerangan Angkatan Darat dan Yayasan Akademi Kebangsaan dan yang menarik ada surat yang tertanda “Sukarno” dan “Soekarno”, sedangkan pada surat yang tertanda “Soekarno” terdapat dua naskah dengan tanda tangan yang agak berbeda. “Pengkajian mengenai Supersemar dengan berbagai versi berbeda inilah menjadi hal yang sangat menarik untuk kita bahas kali ini”, jelasnya. Ketua P2P UM juga menyampaikan bahwa pengungkapan misteri Supersemar mungkin menemukan jalan buntu.

Para peserta sarasehan saat berdoa

Sarasehan yang diisi Faishal Hilmy Maulida, S.Hum., M.Hum (Dosen Universitas Bina Nusantara, Malang) dengan moderator Arif Subekti, S.Pd., M.A. (Dosen Sejarah UM)  secara spesifik membahas mengenai “Supersemar : Titik Balik Merosotnya Kekuasaan Politik Soekarno”. Faishal menyampaikan kutipan mantan kepala ANRI M. Asichin yang mengatakan bahwa melalui bantuan pemeriksaan laboratorium forensik (Labfor) Mabes Polri, semua dokumen Supersemar yang di uji tersebut dinyatakan belum ada yang orisinil, belum ada yang autentik.

Sambutan Ketua P2P UM Drs. Slamet Sujud Purnawan Jati, M.Hum

Supersemar versi TNI AD bahkan sudah dibuat dengan teknologi mesin komputer. Padahal, tahun 1966 belum digunakan mesin komputer, masih menggunakan mesin ketik manual. Berarti dokumen itu palsu, dibuat setelah tahun 1970-an. Polemik semacam ini sebagai bentuk untuk mempertentangkan keaslian dan kepalsuan yang sudah sepatutnya diakhiri, terlebih tokoh-tokoh peristiwa ini sudah tiada.

Meskipun tidak menutup kemungkinan di masa depan ada titik terang terkait polemik ini. “Ribut-ribut membahas orisinalitas Supersemar , akan lebih produktif bila kita mengisi dengan kajian riset mengenai apa yang sesungguhnya terjadi pra dan pasca 11 Maret 1966”, jelasnya.

Salah seorang penanya

Faishal juga menjelaskan bahwa Supersemar menjadi petanda kekuasaan Sukarno dilucuti secara bertahap. Dimulai dengan pembersihan pejabat negara yang dituduh komunis di lembaga-lembaga negara, hal ini dibuktikan dengan penangkapan menteri-menteri yang diduga memiliki keterkaitan dengan partai itu.

Setelah penyampaian materi, Faishal juga menuai banyak pertanyaan kritis dari mahasiswa jurusan Sejarah dan Sosiologi salah satunya tujuan mengenai pembahasan Supersemar. Dengan sangat sigap Faishal menjawab bahwa hal-hal yang semacam itu patutlah diperingati selain sebagai pengetahuan terhadap sejarah namun juga sebagai bentuk terimakasih kepada pejuang-pejuang bangsa terdahulu sebagaimana peringatan 17 Agustus 1945.

Pewarta : Siti Nuradilla – Internship Humas UM

Pewarta Foto : Karmila Sari – Internship Humas UM