Manfaatkan Bahan Limbah untuk Biofuel Sebagai Energi Baru Terbarukan
Share:
Share:
Energi sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi manusia, Kebutuhan akan energi selaras dengan tingkat kemakmuran masyarakat. Semakin tinggi kemakmuran akan meningkat pula kebutuhan akan energi. Kebutuhan energi kita masih sangat tergantung pada energi fosil. Padahal Eksplorasi energi fosil secara terus menerus akan menurunkan cadanyan minyak bumi dan diperkirakan akan terjadi kelangkaan energi pada tahun 2050. Oleh karena itu, sudah tidak bisa ditawar lagi perlu Tindakan nyata dan kebijakan untuk konversi ke energi baru terbarukan.
Namun demikian juga terdapat beberapa kelemahan atau tantangan dalam pengembangan ENERGI BARU TERBARUKAN ini , misalnya Feasibilitas Keekonomian, Bersaing dengan bahan pangan dan isu merusak lingkungan. Oleh karena salah satu solusinya perlu dikembangkan atau dieksplorasi bahan bahan baku lain, misalnya dari limbah yang ekonomis, sekaligus bisa mereduksi kerusakan lingkungan, misalnya pemanfaaatan limbah minyak goreng, limbah sawit, plastic , dan limbah kotoran dari peternakan.
Indonesia saat ini sebagai penghasil minyak sawit terbesar di dunia, dan sekaligus budaya menggunakan minyak untuk memasak sangat tinggi. Sehingga banyak dihasilkan limbah minyak goreng dan tidak jarang di masyarakat sering membuang limbah minyak goreng di lingkungan sekitar. Penggunaan minyak bekas untuk memasak terus menerus membahayakan Kesehatan, karena ada bersifat karsinogen dan jika di buang saja akan merusak lingkungan. Dengan komponen utama trigliserida, minyak bekas berpotensi sekali sebagai bahan biodiesel atau biogasoline yang murah secara ekonomis, serta dapat mereduksi pencemaran.
Minyak goreng bekas dapat di ubah menjadi bahan bakar biodiesel dengan proses tans-esterifikasi pegganti solar yang sekarang ini. Beberapa penelitian telah dilakukan baik dengan katalis homogen dan heterogen. Di samping minyak goreng bekas sumber lain yang melimpah di Indonesia adalah CPO off grade (minyak sawit kualitas rendah) dan ini sangat potensial untuk bahan baku biodiesel, namun perlu pre treatment terlbih dahulu, misalnya dengan rafinasi menggunakan zeolite. Secara sederhana pembuatan biodiesel dengan trans-esterifikasi adalah merubah minyak sebagai trigleserida sebagai ester dari glserol menjadi metil ester asam lemak. Campuran metil ester asam lemak inilah yang disebut sebagai biodiesel yang dapat menggantikan solar. Dan sekarang penggunaanya di pasaran kita kenal Bio-solar 30% artinya campuran biodiesel 30 persennya dari minyak diesel. Semuanya penelitian baik di Indonesia dan di International telah banyak dilakukan untuk mengefisienkan pengolahan minyak goreng bekas atau CPO offgrade menjadi biodiesel.
Selain kita dapat mengubah minyak menjadi biodiesel dengan reaksi kimia trans-sterifikasi, namun dapat juga thermal fisik (Craking), meskipun ini , belum banyak diaplikasikan. Seperti reaksi kimia pada umumnya, semua proses dapat dipercepat dengan bantuan katalis. Pada proses cracking ini terjadi pemutusan ikatan kimia kovalen, sehingga dari molekul yang rantainya panjang serta komplek menjadi lebih pendek dan sederhana, hasil dari proses crackingini berupa berupa cairan kuning jernih. Rendemen hasil craking minyak ini juga dipengaruhi oleh perbandingan dan konsentrasi katalis, dan sifat daric raking cenderung mendekati pertalite atau yang juga dikenal sebagai biogasolne. Pengembangan pemanfaatan limbah untuk dapat dmenjadi bahan bakar ini sangat penting terus dialakukan dengan teknologi sederhana sehingga masyakarat dapat berperan lebih luas, karena akan memberi keuntungan memenuhi kebutuhan energi nasional, dan lebih ramah lingkungan karena ikut mengatasi limbah yang dari hari ke hari terus bertambah jumlahnya.