image_pdf

Dalam dasawarsa terakhir perhatian pemerintah terhadap pendidikan vokasi sangat tinggi. Diawali dengan terbitnya Inpres No. 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam Rangka Peningkatan Daya Saing SDM Indonesia, kemudian disusul dengan Perpres No. 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Hal tersebut sejalan dengan Perpres No. 82 Tahun 2019 Pasal 6 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dimana terjadi perubahan paling mendasar dalam Struktur Organisasi Kemendikbud-ristekdikti, yaitu adanya satu Direktorat Jenderal baru, yakni Ditjen Pendidikan Vokasi yang bertujuan untuk menyiapkan SDM Indonesia menghadapi era Revolusi Industri 4.0.

Setelah dilaksanakannya Inpres No. 9 Tahun 2016 yang telah berhasil merevitalisasi ribuan SMK, pemerintah melalui Ditjen Pendidikan Vokasi telah meluncurkan dua program lanjutan lainnya, yaitu Program SMK Center of Excellence (SMK CoE) pada tahun 2020 dan Program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) pada Tahun 2021 dan 2022, dengan target mampu mendukung pemerintah untuk memastikan tercapainya 14.000 SMK yang mampu menghasilkan lulusan yang bekerja, berwirausaha atau melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi.

Di antara program yang dilaksanakan dalam merevitalisasi SMK, baik melalui Program Revitalisasi SMK maupun Program SMK CoE dan Program SMK PK, adalah diimplementasikannya Model Project-Based Learning (PjBL) dalam pembelajaran program kejuruan di SMK. Bahkan dalam Program SMK PK, pengimplementasian Model PjBL menjadi suatu keharusan. Dalam Peta Jalan Pendidikan Vokasi Tahun 2021—2035 dinyatakan bahwa pembelajaran di SMK PK menggunakan pendekatan PjBL, di mana pembelajaran diupayakan untuk melatih keterampilan siswa sampai menjadi ahli dengan dukungan fasilitas teaching factory. Hal ini sejalan dengan amanat Kurikulum Merdeka Belajar yang saat ini sedang digalakkan, yang di antaranya mengamanatkan digunakannya Model PjBL untuk semua jenjang dan jenis pendidikan, karena Model PjBL merupakan perwujudan kurikulum berbasis proyek yang menjadi salah satu ciri penting dari education 4.0 di era revolusi industri 4.0 saat ini.

SDM yang berkualitas dan berdaya saing tinggi sebagaimana diharapkan dalam Inpres No. 9 tahun 2016 bukanlah SDM yang hanya berkualitas secara hard skills, yakni memiliki kecakapan kognitif dan keterampilan teknikal saja, tetapi juga harus berkualitas secara soft skills yang berwujud dalam bentuk karakter kebekerjaan sebagaimana dituntut dalam berbagai pekerjaan bidang vokasi di era industri 4.0. Dalam konteks ini para ahli berpendapat bahwa Model PjBL sangat berpotensi untuk mengembangkan soft skills atau karakter kebekerjaan pada diri para siswa.

PjBL adalah model pembelajaran dimana siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan cara bekerja dalam jangka waktu tertentu untuk menyelidiki dan menanggapi pertanyaan, masalah atau tantangan yang otentik, menarik dan kompleks. Dengan demikian dalam PjBL pembelajaran berpusat pada siswa (student centered learning) dimana mereka aktif mencari pengetahuan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasar rasa ingin tahu yang dialaminya dan guru lebih berperan sebagai fasilitator. Dalam PjBL para siswa juga diarahkan untuk menanggapi pertanyaan dunia nyata atau tantangan melalui proses penyelidikan yang panjang sehingga mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya, memungkinkan mereka untuk memiliki kreativitas, mendorong mereka untuk bekerja sama, dan memimpin mereka untuk mengakses dan menyampaikan informasi secara mandiri. Dengan demikian PjBL juga dapat dipandang sebagai proses pendidikan, di mana siswa yang dibimbing oleh guru termotivasi untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan melalui keterlibatannya secara aktif dalam proses pembelajaran dengan mengembangkan proyek yang terkait dengan solusi masalah praktis dan penting.

Dalam bidang teknik, proyek dapat diklasifikasi menjadi empat, yaitu (1) practical project, (2) visit/survey project, (3) programming project, dan (4) theoretical project. Ditinjau dari proses perancangannya, proyek dapat dipilah menjadi dua, yaitu proyek yang dirancang guru, dan proyek yang diperoleh dari industri. Temuan penelitian Sudjimat, Nyoto & Romlie (2018) dan Sudjimat (2020) menunjukkan bahwa implementasi Model PjBL yang dilaksanakan para guru SMK Program Keahlian Teknik Mesin dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu Model Pra-PjBL dengan proyek berupa latihan, Model PjLB dengan proyek sederhana, Model PjBL dengan proyek pesanan dari institusi mitra SMK, dan Model PjBL dengan proyek berupa produk unggulan sekolah. Pada dasarnya proyek dalam Model PjBL kedua terakhir dapat dikategorikan sebagai proyek interdisipliner sehingga model pembelajarannya pun dapat dikategorikan sebagai Model IPjBL (interdicipliner project-based learning).

Model IPjBL merupakan salah satu bentuk implementasi pendekatan interdisipliner (interdisciplinary approach), yakni suatu pendekatan dalam pemecahan masalah-masalah kompleks  dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan secara terpadu. Dalam model IPjBL para siswa bekerja dalam kelompok untuk mengembangkan proyek yang dapat mencakup suatu dimensi interdisipliner, yakni dengan melibatkan beberapa mata pelajaran. Dalam model IPjBL siswa dirangsang untuk mengintegrasikan ide, menghubungkan topik dan aspek yang berbeda disiplin yang berfokus pada proyek tertentu. IPjBL mempermudah proses pembelajaran karena memiliki kerangka kerja yang berfungsi untuk memudahkan siswa dalam memecahkan masalah yang kompleks. Selama proses IPjBL, kepada siswa ditawarkan cara menganalisis masalah yang sama dari perspektif yang berbeda dengan tujuan mengembangkan dimensi berpikir yang lebih luas dalam memahami masalah. Dalam IPjBL para guru berkesempatan menunjukkan kepada para siswa bagaimana berkolaborasi secara efektif, fokus dan terlibat dalam suatu topik, serta memberikan peluang untuk mengembangkan dimensi meta-disiplin.

Salah satu contoh model IPjBL yang sukses telah dikembangkan dan dilaksanakan di Ural State University of Economics (USUE), Russia, dimana sebagai kelompok eksperimen selama tahun akademik 2011—2013 mahasiswa IT bekerja mengembangkan program komputer untuk CALS (computer-assisted learning system) dalam bidang kimia analitik sebagai tugas akhir mereka, yang disertifikasi oleh Layanan Federal untuk Kekayaan Intelektual, Paten dan Merek Dagang Federasi Rusia. Analisis statistik dari temuan percobaan pedagogis tersebut menunjukkan bahwa penggunaan IPjBL memiliki dampak positif pada kognisi mahasiswa, yaitu tingkat kognitif dalam kelompok eksperimen mahasiswa IT telah melampaui tingkat kognitif mahasiswa kelompok kontrol, yakni mahasiswa IT yang bekerja menggunakan model traditional education, sebesar 2,3 kali.

Dalam bidang teknik mesin di SMK, model IPjBL dapat dilaksanakan dalam dua bentuk, yaitu implementasi IPjBL dalam pembelajaran program produktif yang dapat dipilah menjadi dua, yaitu implementasi IPjBL program produktif non Matapelajaran PKK (Produk Kreatif dan Kewirausahaan) dan implementasi IPjBL program produktif yang berbasis PKK; dan implementasi IPjBL melalui teaching factory (Tefa). Bahkan dalam road map Pendidikan Vokasi 2021—2035 dijelaskan bahwa implementasi IPjBL yang dianjurkan adalah melalui Tefa, baik pada pendidikan kejuruan di SMK maupun pada pendidikan tinggi vokasi. Bagi FT UM yang tergolong sebagai pendidikan tinggi vokasi, karena memiliki tujuh Prodi D3 (yang saat ini sedang diproses menjadi Prodi D4) dan tujuh Prodi S1 Kependidikan yang mendidik calon-calon guru profesional SMK, maka kepemilikan Tefa menjadi suatu keniscayaan yang harus dipenuhi. Sungguh menjadi sebuah ironi bila FT UM tidak memiliki Tefa pada hal para lulusannya nantinya harus mampu mengajar di SMK yang telah menerapkan Tefa.

Di samping mampu meningkatkan hard skills, implementasi model IPjBL juga potensial untuk mengembangkan soft skills. Dalam konteks tersebut Conference Board of Canada (2000) membuat taksonomi dimensi dan sub dimensi karakter kebekerjaan yang diistilahkan dengan Employability Skills 2000+. Dari taksonomi dimensi dan sub dimensi karakter kebekerjaan tersebut, kecakapan mengelola diri (personal management skills) promovendus sebut sebagai karakter yang berkaitan dengan sifat kejiwaan, sikap dan perilaku positif seseorang (SDM), sedangkan kecakapan dasar (fundamental skills) dan kecakapan kerja tim (teamwork skills) sebagai karakter bekerja, yang secara keseluruhan promovendus sebut sebagai karakter kebekerjaan.

Pengembangan karakter kebekerjaan melalui implementasi IPjBL akan berhasil dengan baik manakala ditempuh secara sistemik dan sistematis. Secara sistemik harus dipandang bahwa pengembangan karakter kebekerjaan adalah merupakan bagian dari sistem implementasi IPjBL. Sedangkan secara sistematis dapat ditempuh melalui tiga tahapan, yaitu pengembangan “kurikulum” karakter kebekerjaan, pengintegrasian nilai-nilai (values) karakter dalam rancangan pembelajaran/perkuliahan, dan pengembangan berbagai nilai karakter melalui penggunaan berbagai metode dan/atau modus belajar selama implementasi model IPjBL. Dalam konteks ini, beberapa penelitian tentang implementasi model PjBL dan IPjBL menunjukkan bahwa para siswa/mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan model tersebut mempersepsi kepemilikan karakter kebekerjaan mereka dalam bentuk tanggung jawab, komunikasi, pemecahan masalah, etika kerja, kolaborasi interdisipliner, dan kreativitas meningkat secara signifikan. Dengan demikian implementasi model IPjBL dalam pembelajaran bidang vokasi akan mampu mengembangkan keterampilan dan karakter kebekerjaan para lulusannya yang tidak saja siap menghadapi perubahan pekerjaan di era industri 4.0, tetapi juga akan mengantarkan mereka menjadi SDM yang sukses, dapat eksis dan bekembang sesuai dengan dirupsi pekerjaan di era industri 4.0.