image_pdf

Press release pidato pengukuhan Prof. Drs. Burhanuddin., M.Ed., Ph.D., 11 Agustus 2022

Prof. Drs. Burhanuddin., M.Ed., Ph.D

Manajemen organisasi universitas dalam jangka panjang telah menjadi fokus perhatian masyarakat dunia, khususnya para orang tua dengan mengirimkan putera puteri mereka ke universitas sebagai salah satu bentuk human investment. Alasannya untuk menjamin keberhasilan, mampu berkontribusi secara signifikan terhadap masyarakat, bangsa, negara baik untuk kepentingan lokal maupun global.

Meskipun demikian, jika kita perhatikan perkembangan yang telah dan sedang terjadi sejak sepuluh tahun terakhir, Pendidikan Tinggi di negara-negara Asia mengalami pertumbuhan pesat terutama dalam akses pendidikan bagi peserta didik. Namun, dari segi kualitas kehidupan dan perkembangan mutu organisasi pendidikan tinggi, sebagian negara di benua ini masih memperlihatkan perkembangan agak lambat. Data Human Development Index (HDI), and international university ranking menunjukkan profil negara-negara Asia dan kualitas universitas mereka memang belum memperlihatkan kemajuan signifikan. Pertama, dari 186 negara terdaftar pada HDI 2022, terdapat dua negara Asia yang masuk dalam 10 besar, yakni Hongkong dan Singapura masing-masing pada urutan ke 5 dan 9. Sementara Indonesia menduduki peringkat ke-110 atau pada tingkat menengah. Posisi tertinggi ditempati Norwegia. Kedua, data ranking universitas dunia 2022 menunjukkan posisi 10 besar masih didominasi oleh U.S: (1) University of Oxford (U.K.); (2) California Institute of Technology (U.S.); (3) Harvard University (U.S.); (4) Stanford University (U.S.); (5) Massachusetts Institute of Technology (U.S.); (6) University of Cambridge (U.K.); (7) Princeton University (U.S.); (8) University of California, Berkeley (U.S.); Yale University (U.S.); dan (10) The University of Chicago (U.S.) Delapan di antaranya berasal dari U.S. dan dua dari U.K.. Dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, perguruan tinggi kita masih berada berada di bawah peringkat mereka. Dalam kelompok 500 University Ranking level dunia, belum ada satu pun universitas di tanah air yang terdaftar. Juga dari daftar 200 universitas top Asia 2022, perguruan tinggi di tanah air juga belum terdaftar dalam peringkat tersebut. Peringkat top didominasi oleh universitas-universitas dari negara Cina, Taiwan, dan Jepang. Yang menarik bahwa Saudi Arabia mempunyai dua universitas yang terdaftar dalam 50 top universitas Asia. Di samping itu untuk pertama kalinya Cina memiliki dua universitas yang berhasil terdaftar dalam 20 Top Universitas Dunia sesuai data yang di-release oleh Time Higher Education, 2022 yakni Peking University dan Tsinghua University, dan terdapat 16 universitas masuk ke dalam kelompok 200 top universitas.

Pemeringkatan perguruan tinggi ini mengacu pada indikator-indikator kinerja: teaching (30%), research (30%), citations (30%), (4) international outlook (7.5%), dan pendapatan/industry income (knowledge transfer) (2.5%). Dari indikator-indikator tersebut, reputasi akademik khususnya dalam bidang penelitian merupakan indikator dominan untuk penilaian. Fenomena demikian menjadi tantangan hebat bagi kita semua untuk mendorong manajemen institusi pendidikan tinggi agar mampu berkontribusi, memberikan dampak memuaskan, dan kemampuan bersaing pada level global. Kemampuan strategis pimpinan dalam mengantisipasi dan merespon tantangan di atas sangat diperlukan untuk dapat mengantarkan perguruan tinggi menuju masa depan yang lebih baik. Komitmen ke depan misalnya bisa segera terdaftar dan masuk peringkat 50 top universitas di level Asia.

Harapan ini hanya dapat diwujudkan melalui pola kepemimpinan efektif. Melimpahnya berbagai sarana, fasilitas, infrastruktur, dan SDM dengan berbagai tingkat jabatan fungsional maupun administratif, bukanlah berarti apa-apa dan tidak bisa menjadi jaminan bahwa perguruan tinggi itu akan berhasil menjalankan misinya. Melainkan banyak ditentukan oleh sejauhmana kapasitas pimpinan dalam melakukan proses empowerment terhadap segenap sumber daya yang dimiliki. Tugas memimpin bukan lagi sekedar bagaimana mempengaruhi para anggota bekerja sesuai tujuan organisasi, melainkan bagaimana proses penyaluran potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh para anggota agar mereka memberikan “dampak” terbaik bagi universitas. Paradigma ini sejalan dengan harapan dunia saat ini bahwa UNIVERSITAS memiliki peran sentral untuk mengembangkan sumber daya manusia melalui usaha-usaha transformasi pribadi menjadi kader-kader potensial, yang memiliki keunggulan untuk dapat bekerja di berbagai sektor kehidupan. Tantangan utama adalah bagaimana pimpinan mampu membuat organisasi universitas survive di dalam penyelenggaraan program-program peningkatan mutu di tengah-tengah tantangan global.

 Seiring dengan kondisi internal dan eksternal yang bersifat dinamis, implementasi program-program peningkatan mutu sebagai jalan menuju posisi top universities sangat kuat dipengaruhi oleh contingency factors. Budaya organisasi sebagai bagian dari faktor kontingens secara natural and by design sangat mungkin telah tertanam dalam struktur organisasi yang ada, dan sering diperdebatkan sebagai salah satu variabel penting yang menentukan keberhasilan kepemimpinan perguruan tinggi. Budaya organisasi ini pada hakikatnya merupakan suatu sistem yang terbentuk dari nilai, asumsi-asumsi, keyakinan, norma yang dibawa para individu ke dalam organisasi, dan bisa berfungsi menjadi pemersatu para anggota organisasi. Kehadirannya dimanifestasikan melalui empat level: artifacts, perspectives, values, and assumptions. Terdapat sejumlah budaya organisasi yang diprediksi dapat mewarnai sebuah universitas sebagai organisasi, dan otomatis membedakannya satu sama lain. Jenis-jenis budaya organisasi itu meliputi budaya organisasi birokratik, suportif, klan, adhokrasi, pasar, dan inovatif. Kehadirannya terbukti berpengaruh terhadap penciptaan suasana kerja di mana mereka bisa bekerja dengan penuh rasa aman dan stabilitas terjaga. Para eksekutif yang bekerja dalam suatu sistem organisasi yang kompleks dan dinamis seperti universitas akan menghadapi tantangan: bagaimana mempertimbangkan jenis-jenis budaya ini sebagai masukan penting dalam menerapkan model kepemimpinan yang kompatibel dengan faktor-faktor situasional, baik yang berasal dari individual maupun organisatoris.

Untuk mengukur semua faktor (variabel) itu, model pengukuran budaya organisasi dan kepemimpinan universitas dikembangkan berdasarkan hasil rumusan konstruk variabel terkait menggunakan Teknik-teknik Principal Component Analysis, Rasch model, and Confirmatory Factor Analysis (CFA). Melalui prosedur ini telah berhasil dikembangkan hypothesized measurement model (model validasi instrumen) dan structural model(model pengujian pengaruh antar variabel) sebagaimana dipresentasi dalam press release pidato ini sbb:

Measurement model                                                

Structural model

Berdasarkan kedua model model di atas, penelitian yang telah dilakukan promovendus bersama tim di Indonesia (2019) berhasil mengungkapkan adanya pengaruh kuat dan signifikan komponen-komponen budaya organisasi terhadap unsur-unsur kinerja kepemimpinan universitas baik secara langsung as well tidak langsung. Besarnya nilai-nilai koefisien yang dihasilkan menunjukkan kekuatan efek variabel prediktor terutama budaya organisasi universitas terhadap kinerja kepemimpinan. Gambar tested structural model_1 berikut menunjukkan pengaruh langsung maupun tak langsung budaya organisasi terhadap variabel-variabel orientasi kepemimpinan maupun dimensi-dimensi kinerja kepemimpinan: vision, leading, managerial, resource management, professional development, organizational climate.

Tested path of the structural model_1

Terdapat beberapa argumen yang memperkuat temuan ini bahwa budaya organisasi (organizational culture) memiliki kontribusi langsung terhadap keberhasilan kepemimpinan di lingkungan universitas. Alasannya pemimpin yang berhasil mengembangkan dan mempertahankan budaya organisasi yang suportif mampu meningkatkan kualitas pendekatan dan proses kepemimpinannya terutama dalam mempengaruhi/menciptakan iklim kerja kondusif bagi para anggota. Secara spesifik efek prediktor terhadap unsur-unsur kepemimpinan itu dilaporkan dalam buku pidato pengukuhan ini.

Di samping itu, pengaruhnya secara tidak langsung terhadap dimensi-dimensi kepemimpinan universitas juga bisa dideteksi, misalnya budaya “Adhocracy” terbukti telah menyumbang pengaruh secara tak langsung terhadap dimensi professional staff development dan pelaksanaan fungsi managerial pimpinan.  Efek budaya juga dapat dilihat berdasarkan efektivitas fungsi-fungsi manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, kegiatan koordinasi, dan pengawasan kelembagaan yang dilakukan pimpinan baik sebagai manager as well leader. Semakin kuat kondisi budaya yang dikembangkan pimpinan, maka semakin kuat pula kemampuan mendorong para anggotanya untuk mensukseskan program-program kerja melalui proses manajemen sistematis dan efektif.

Berdasarkan data koefisien regresi terstandar budaya “pasar” dan “klan” memiliki kemampuan prediktif kuat terhadap penyelenggaraan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (β= 0.36 dan β= 0.34). Disusul oleh budaya “suportif” terhadap human-oriented leadership (β= 0.31), tetapi berpengaruh negatif (β= -.20) terhadap task-oriented leadership. Temuan ini menunjukkan bahwa semakin lemah budaya suportif, semakin kuat tipe kepemimpinan dipersepsi berorientasi pada tugas. Artinya tipe kepemimpinan ini kompatibel pada suasana organisasi yang dipimpin dengan perilaku suportif rendah. Variabel “birokratik” dan “klan” memberikan pengaruh tidak terlalu kuat tetapi signifikan terhadap efektivitas manajemen sumber daya. Yang menarik perhatian, dibandingkan jenis-jenis BO lainnya, sebaran efek budaya birokratik lebih banyak.

Tipe kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan kemanusiaan ditemukan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel-variabel kinerja kepemimpinan. Temuan demikian relevan dengan beberapa hasil penelitian terdahulu bahwa model hubungan kemanusiaan efektif dalam mengembangkan organisasi dan meningkatkan kinerja para anggota. Alasannya model ini mampu membangun tim kerja yang kompak yang didukung oleh semangat atau moral kerja yang tinggi. Mendorong para anggota dalam bekerja secara antusias sangat diperlukan terutama ketika para pemimpin itu bekerja dengan para bawahan yang memiliki dedikasi dan kaya bakat maupun pengalaman untuk melaksanakan tugas tugas kerjasama. Sehingga unit-unit kerja yang dipimpin itu diprediksi dapat mencapai hasil-hasil pekerjaan maksimal.

Hasil pengujian struktural (structural path model_2) yang digambarkan berikut juga membuktikan budaya organisasi secara signifikan berpengaruh terhadap kualitas layanan administrasi. Bisa ditafsirkan bahwa kondisi budaya organisasi yang yang telah dibangun menentukan bagaimana para karyawan berperilaku dalam bekerja.  Pemimpin, dengan demikian sangat berkepentingan mengembangkan budaya organisasi tertentu. Alasannya adalah bahwa kuat tidaknya budaya organisasi terutama iklim organisasi yang diadopsi dan dipertahankan akan berpengaruh kuat terhadap kualitas layanan administrasi oleh staf.

Tested structural path model_2    

Tested structural path model_3

                          

Terhadap budaya akademik mahasiswa, juga ditemukan nilai-nilai koefisien regresi cukup kuat. Pengaruh budaya organisasi terhadap perkembangan budaya akademik mahasiswa dibuktikan oleh adanya kontribusi positif dan signifikan upaya pimpinan dalam mengembangkan budaya akademik mahasiswa dengan menumbuhkan suasana dan perilaku positif mahasiswa dalam kehidupan kampus (Gambar structural path model_2&3). Semakin kuat budaya organisasi yang dipersepsi oleh warga kampus, maka semakin kuat pula kecenderungan tumbuhnya budaya akademik yang ditunjukkan mahasiswa di kampus. Hasil-hasil penelitian terdahulu maupun di beberapa literatur menegaskan bahwa kehidupan akademik kampus sangat ditentukan pula oleh budaya yang dibangun pimpinan perguruan tinggi terkait. Artinya, budaya riil yang berkembang dapat secara langsung mempengaruhi ke arah mana perilaku mahasiswa sebagai subyek di lingkungan kampus untuk bertumbuh.

Efek budaya organisasi terhadap budaya akademik mahasiswa bisa diukur berdasarkan perilaku dan kebiasaan mahasiswa dalam penggunaan waktu belajar selama di kampus, and penyikapan mereka terhadap perkembangan kehidupan akademik di kampus.  Kualitas layanan administrasi oleh para karyawan terbukti signifikan berpengaruh terhadap kondisi budaya akademik mahasiswa, meskipun pengaruhnya agak kecil dibandingkan variabel kinerja kepemimpinan terhadap budaya akademik mahasiswa (lihat Gambar structural path model_2&3).

Keputusan ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa perilaku mahasiswa pada umumnya antara lain ditentukan oleh kualitas layanan yang diterima oleh mahasiswa sebagai pelanggan di kampus. Hasil-hasil penelitian lain juga memperkuat kesimpulan bahwa maju tidaknya suasana akademik di kampus sangat ditentukan oleh kinerja manajemen dan kepemimpinan universitas. Terutama kemampuan universitas sebagai organisasi dalam memberikan berbagai layanan berkualitas terhadap mahasiswa sangat besar pengaruhnya terhadap gairah belajar mahasiswa dan mendukung keberhasilan universitas dalam memenangkan persaingan baik lokal maupun global.

Para partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini umumnya menilai budaya clan lebih banyak diterapkan di lingkungan organisasi universitas. Para pemimpin berusaha mengembangkan budaya kerja kondusif dengan mengadopsi budaya ini yang lebih menghargai nilai-nilai kekeluargaan. Budaya demikian ditandai dengan adanya semangat kebersamaan yang didorong dan dipertahankan oleh pimpinan. Strategi demikian diprediksi mampu meningkatkan keberhasilan usaha-usaha peningkatan mutu pendidikan tinggi, khususnya melalui kerjasama dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di universitas, sekaligus dalam rangka memenuhi permintaan publik, warga kampus khususnya mahasiswa.

Dalam hal orientasi kepemimpinan yang diterapkan, pimpinan ditemukan berusaha meningkatkan pendekatan kerja yang lebih berorientasi kepada aspek manusia. Secara umum pendekatan tersebut dinilai berhasil mendorong para anggota bekerja secara optimal sehingga mampu meningkatkan kinerja dan keberhasilan mencapai target-target organisasi.  Meskipun demikian, sebagian anggota menilai bahwa komitmen pimpinan dan perubahan strategi kepemimpinan sebagian besar tidak diikuti dengan langkah-langkah operasional yang jelas, dan belum di follow-up dengan sistem yang jelas misalnya berupa pedoman teknis bagaimana pekerjaan-pekerjaan serta perubahan-perubahan itu dilaksanakan. Sehingga keinginan-keinginan positif pimpinan itu kadang-kadang tidak bisa dilaksanakan secara operasional, dan kalaupun diterapkan kurang mampu menghasilkan produk pekerjaan sesuai harapan bersama. Kondisi seperti ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan kegagalan pimpinan dalam pencapaian tujuan organisasi universitas.

Secara objektif para mahasiswa mengakui bahwa budaya akademik yang berkembang di universitas cukup positif. Hanya dalam pelayanan administrasi dinilai rata-rata terlalu birokratik sehingga mengurangi kepuasan mahasiswa dalam menerima berbagai layanan. Sebagian besar karyawan kurang menguasai keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam penyelesaian persoalan-persoalan secara cepat dan akurat. Semua ini membutuhkan karyawan yang memiliki dedikasi tinggi dan skill yang memadai dalam bidang pelayanan administrasi dan manajemen yang diperlukan para pengguna jasa. Bentuk-bentuk pelayanan yang dibutuhkan publik khususnya para mahasiswa di kampus dewasa ini membutuhkan pelayanan cepat dan prima. Tuntutan demikian tentu saja memerlukan dukungan keterampilan tinggi, dan kelengkapan teknologi memadai. Persoalannya adalah bahwa para karyawan senior sebagian besar dinilai kurang menguasai penggunaan media teknologi terkini. Akibatnya mereka hanya menggunakan teknik-teknik pekerjaan secara manual dalam memberikan layanan kepada mahasiswa. Universitas dengan demikian tidak akan mampu merespon secara cepat tuntutan-tuntutan baru tersebut, kesulitan mengimbangi kemajuan dan tantangan lokal maupun global.

Kinerja para karyawan rata-rata dinilai oleh para mahasiswa kurang memuaskan. Kebutuhan-kebutuhan pelayanan cepat yang diharapkan mahasiswa kurang mendapatkan respon yang baik dan cepat. Hal ini disebabkan selain minimnya kemampuan staf dalam memanfaatkan kemajuan teknologi khususnya teknologi informatika dan mesin-mesin pendukung bidang pekerjaan administratif, sebagian besar juga dipengaruhi oleh faktor senioritas dan usia para karyawan.

Semangat kerja dalam memberikan layanan juga dinilai tidak memadai. Mereka kurang mampu memberikan pelayanan yang bersifat menyenangkan missal yang didukung oleh sikap pelayanan yang penuh antusias, humoris dan bersahabat. Akibatnya kondisi demikian dapat menurunkan semangat kerja dan belajar mahasiswa di lingkungan kampus.

Faktor keterbatasan sarana di lingkungan universitas dipandang menyebabkan kurang memadainya dalam memenuhi tuntutan layanan mahasiswa sebagai pelanggan. Untuk dapat memberikan layanan prima kepada mereka, universitas disarankan menyediakan kelengkapan media dan teknologi yang cukup agar dapat mengatasi berbagai persoalan teknis yang dialami baik oleh para staf administrasi ketika melaksanakan tugas-tugas rutin di setiap unit kerja, maupun mahasiswa yang setiap saat membutuhkan pelayanan terbaik. Strategi para pemimpin dalam mendorong kemajuan perguruan tinggi ke depan perlu dikembangkan dengan membangun iklim organisasi dan menyediakan pelayanan prima dalam rangka mendukung tumbuhnya budaya akademik tinggi.

Pertama, para eksekutif di dalam manajemen universitas harus dapat mengembangkan kapasitas memimpin dalam menggali semangat kerja tim dan menumbuhkan inisiatif pelaksanaan program-program pengembangan berbagai bidang yang diharapkan, terutama pendidikan, penelitian, pengabdian, inovasi pembelajaran, dan publikasi ilmiah. Para eksekutif harus dapat merancang pekerjaan dan lingkungan organisasi yang bercirikan budaya akademik tinggi sebagai tempat bekerja para individu. Kedua, para pemimpin perlu mengeksplorasi berbagai gaya kepemimpinan apa yang dapat diterima dan dilaksanakan sesuai konteks, sekaligus memgembangkan budaya organisasi yang kompatibel dengan proses kepemimpinan yang diterapkan.

 Model kepemimpinan partisipatif banyak diterapkan di dalam kepemimpinan universitas di beberapa negara maju seperti U.S., Australia, dan di kebanyakan negara Eropah. Pilihan ini banyak diminati karena beberapa studi membuktikan bahwa model ini lebih mampu membawa keberhasilan dan peningkatan efektivitas manajemen pendidikan tinggi dalam melaksanakan fungsi-fungsi pokoknya di bidang penelitian, pendidikan, pengembangan industri, peningkatan reputasi akademik, dan inovasi-inovasi pembelajaran. Di samping itu, banyak studi yang juga menemukan bahwa model kepemimpinan yang dapat mendorong partisipasi anggota melalui proses pemberdayaan potensi individu ditemukan dalam jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja individual dan tim. Di sisi lain, model kepemimpinan yang kurang berorientasi kepada kepentingan manusia misal autokratik hanya efektif dalam kondisi sangat terbatas. Sebagian besar penulis dan peneliti menemukan bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung pada situasi yang sedang dihadapi. Mengelola universitas sebagai organisasi bukanlah pekerjaan yang sederhana, melainkan sangat kompleks. Kemampuan lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh kesiapannya dalam menyikapi perubahan-perubahan global, dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan dinamis, kebijakan, peraturan, perubahan ekonomi, instabilitas, orientasi kepentingan yang kurang memihak kepada kemajuan pendidikan, dan budaya lokal yang setiap waktu mengalami perubahan.

Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa temuan-temuan utama penelitian yang disampaikan pada press release ini telah berhasil memperkenalkan bagaimana mengembangkan seperangkat model pengukuran variabel budaya organisasi, orientasi kepemimpinan, kinerja kepemimpinan, kinerja staf, perkembangan budaya akademik mahasiswa, dan hubungan/pengaruh antar variabel laten. Sesuai hasil validasi, secara statistik membuktikan bahwa tem-item dan model instrumen yang dibangun terbukti valid and reliable. Temuan-temuan yang diangkat dari beberapa hasil penelitian ini juga diprediksi berkontribusi secara memadai terhadap keilmuan dalam bidang manajemen dan kepemimpinan pendidikan, yang memfokuskan kajian dan investigasi tentang tipe-tipe budaya organisasi, model orientasi kepemimpinan, kinerja kepemimpinan staf, dan budaya akademik mahasiswa di lingkungan organisasi-organisasi atau unit-unit kerja universitas. Hasil pengukuran yang telah diterapkan terhadap variabel-variabel yang diteliti secara umum menunjukkan bahwa kesemua variabel prediktor ditemukan berpengaruh signifikan terhadap kinerja kepemimpinan universitas, kualitas layanan administrasi yang diterima mahasiswa, maupun budaya akademik yang berkembang di kampus. Selain aspek gender, respon kelompok sampel menghasilkan mean values yang cenderung sama tentang hubungan atau pengaruh antar variabel yang diteliti. Sehingga keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam penelitian ini bisa dikategorikan sebagai keputusan-keputusan yang relatif akurat secara statistik, dan diharapkan bermanfaat baik bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan maupun praktisi dalam pelaksanaan usaha-usaha peningkatan mutu pendidikan tinggi yang akan datang.