image_pdf
Sumber: Freepik.com
[KESEHATAN]

Mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang rentan terhadap berbagai tantangan kesehatan, termasuk penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS). Penting untuk mengungkapkan realitas bahaya PMS di kalangan mahasiswa guna meningkatkan kesadaran, pencegahan, dan penanganan kondisi ini. Penyakit Menular Seksual (PMS) pada mahasiswa merupakan masalah serius yang dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan fisik, mental, dan sosial. Berikut adalah beberapa bahaya penyakit menular seksual bila terjadi pada rentang usia mahasiswa.

  1. Penyebaran Penyakit yang Cepat dan Tidak Terdeteksi. Meskipun berada diluar jangkauan pengawasan orang tua, mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi di luar daerah Kota Malang tetap harus menjaga kesehatan dan kebersihannya dalam lingkungan kampus secara mandiri. Hal ini disebabkan penyebaran penyakit tersebut dapat terjadi tanpa disadari oleh mahasiswa sehingga sangat perlu meningkatkan kesadaran untuk mengantisipasi penyebaran penyakit menular, terutama penyakit menular seksual (PMS).
  2. Dampak pada Kesehatan Reproduksi. Beberapa PMS, seperti sifilis dan gonore, memiliki dampak serius pada kesehatan reproduksi. Infeksi yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi seperti penyakit radang panggul, infertilitas, atau kehamilan tidak diinginkan.
  3. Pengaruh Terhadap Kesehatan Mental. Diagnosis PMS pada mahasiswa dapat memiliki dampak psikologis yang signifikan. Stigma sosial, rasa bersalah, atau stres emosional dapat mempengaruhi kesejahteraan mental dan proses perkuliahan.
  4. Peningkatan Risiko HIV. Mahasiswa yang terindikasi adanya PMS memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular Human Immunodeficiency Virus (HIV), yang dapat mengarah pada Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), dan berpotensi besar menjadi agen pembawa dan penyebar penyakit.
  5. Kesulitan dalam mendapatkan perawatan medis. Mahasiswa mungkin menghadapi kesulitan dalam mengakses perawatan medis karena berbagai faktor, seperti rasa malu, kurangnya dukungan keluarga, dan keterbatasan finansial. Hal ini dapat menyebabkan diagnosis pengobatan tertunda dan berujung pada penyebaran penyakit yang lebih luas.
  6. Potensi masalah sosial dan karir yang terhambat. PMS dapat menghambat pertumbuhan mental dan sosial mahasiswa. Misalnya, pengobatan yang mahal atau kehamilan di usia muda dapat mengganggu perkembangan pendidikan dan karir mereka, atau bahkan berujung pada gagal melanjutkan proses perkuliahan karena beban mental yang besar.
  7. Penularan kepada pasangan seksual berikutnya. Jika PMS tidak diobati, mahasiswa akan terus menjadi sumber penularan bagi pasangan seksual berikutnya. Hal ini dapat memperluas lingkaran penyebaran PMS di komunitas.

Untuk mengatasi bahaya PMS pada kalangan mahasiswa, pendekatan holistik yang mencakup pendidikan seksual komprehensif, akses mudah ke layanan kesehatan seksual, dukungan sosial dan religiusitas lingkungan sangat penting. Upaya pencegahan yang efektif akan membantu melindungi kesehatan reproduksi mahasiswa dan memastikan masa depan mereka yang lebih sehat dan produktif.

Sering kita dengar istilah ABCDE (Abstinence, Be faithful, Condom, Drug no, Education) untuk mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS), terutama HIV/AIDS. Namun, sebenarnya komponen “C” (kondom) yang sering ditekankan dapat mencegah penularan PMS. Padahal “C” awal mula didesain sebagai salah satu alat kontrasepsi dimana diketahui tingkat kegagalannya paling tinggi. Menurut Planned Parenthood USA mengatakan efektivitas kondom hanya 85 persen jika digunakan sebagai satu-satunya kontrasepsi. Terlebih jika “C” digunakan untuk tujuan pencegahan PMS terutama HIV/AIDS. Maka sangat tidak efektif, terlebih beberapa artikel penelitian menyebutkan bahwa ukuran sperma itu 300 kali lebih besar dari ukuran virus.

Oleh karena itu, cara yang paling aman dan terhormat bagi mahasiswa yang sudah menikah adalah setia pada pasangan halalnya (be faithful). Sedangkan bagi mereka yang belum menikah, cara yang paling aman adalah dengan menahan diri dari hubungan seksual (abstinence) diluar pernikahan. Hal ini secara sosial juga akan menjadikan mahasiswa bisa menjalani kehidupan dengan sehat baik dimasa kini maupun nanti.

Pewarta: dr. Farid Eka Wahyu E. – Dokter Poliklinik UM

Editor: Muhammad Salmanudin Hafizh Shobirin – Humas UM